Senin, 16 Februari 2015

Sarjana Satu Juta Rupiah



Senin pagi 16 Febuari 2015 ikhtiar mencari kerja berlanjut, kali ini saya mendapat wawancara dari salah satu lembaga yang bergerak di bidang manajemen resiko. Salah satu divisi yang dibuka adalah posisi Researcher. Pekerjaan yang selintas keren, dan memang saya ingin menjadi seorang peneliti berbekal ilmu antropologi yang saya miliki. Dengan penuh percaya diri saya berangkat menghadiri wawancara di daerah Batununggal Bandung, Jawa barat. Lokasinya ada di komplek perumahan yang cukup elit. Singkat cerita wawancara berjalan lancar, pewawancara yang cukup terbuka dan ramah membuat saya menjadi percaya diri seolah seperti mengobrol bukan wawancara. Setengah jam kami mengobrol tentang saya, perusahaan dan prospek pekerjaan. Di akhir wawancara tiba pada pernyataan yang sebenarnya sangat saya tunggu-tunggu, apalagi kalau soal gaji. Yah bagi seorang sarjana seperti saya pekerjaan bukan soal passion, tapi mesti realistis juga. Saya cukup kaget dengan pernyataan pewawancara bahwa gaji yang akan saya terima adalah 1,1 juta rupiah perbulan. Saya mencoba menutupi ekspresi kaget saya dengan senyum seperti biasanya. Saat ditanya “kapan anda bisa mulai bergabung dengan kami?”, saya terdiam selama beberapa detik. Yang ada dalam benak saya adalah, apakah perusahaan ini sudah gila hanya menggaji 1,1 juta rupiah saja untuk seorang sarjana. Seorang sarjana seperti saya dengan kerja keras 4 tahun kuliah, puluhan juta rupiah sudah dikeluarkan orang tua untuk demi mendapat gelar sarjana ini, namun mereka hanya mampu mengahrgai dengan 1,1 juta saja. Saya jadi teringat kawan saya yang bekerja sebagai buruh pabrik tekstil dengan berbekal ijasah SMA. Dia memperoleh gaji 2,1 juta perbulan itu belum termasuk uang lembur.
Idealisme dan materialisme kini menjadi dua prinsip yang saya pegang. Sebagai seorang sarjana saya tentu ingin mengembangkan kemampuan saya dalam bidang yang sejalan dengan keilmuan saya selama kuliah, namun saya memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan sesuatu untuk keluarga. Tentu menjadi suatu kebahagiaan bagi seorang anak dapat memberikan uang setiap bulan untuk orang tua. Dengan 1,1 juta apa yang saya bisa lakukan dengan uang itu. Pada saat itu dalam hati saya merasa sangat kesal, sedih dan terhina. Saya berpikir kalau begini caranya, para sarjana kurang dilindungi kepentingannya, dengan tawaran gaji 1,1 juta perbulan buat saya adalah masalah, bukan sekedar jumlah uangnya, namun nilai lain yang terkandung dalam 1.1 juta itu. Bagaimana pemerintah mengatur soal upah pegawai. Adakah aturan yang mengatur berapa seharusnya gaji yang diperoleh seseorang sesuai pendidkannya. Bagaimana bisa sebuah perusahaan yang sudah berbadan hokum menggaji seolah sarjana tidaklah berharga. Saya jadi khawatir orang awam akan berpikir buat apa saya sekolah tinggi-tinggi kalau gajinya toh sama saja dengan yang lulusan SMP dan SMA. Adilkah dengan pengorbanan yang tidak sedikit saya sebagai sarjana digaji bahkan UMR daerah saja tidak sampai yaitu hanya 1,1 juta. Dengan tegas saya putuskan menolak pekerjaan itu meski di awal wawancara saya sangat semangat. Dan yang lebih penting perusahaan tersebut di mata saya sudah tidak memiliki reputasi baik. Karena perusahaan yang baik adalah perusahaan yang tidak hanya memikirkan keuntungan perusahaan namun memperhatikan kelayakan serta kesejahteraan karyawannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar