Rabu, 29 April 2015

Menjadi Dewasa

Menjadi dewasa adalah sebuag keniscayaan atas tahapan hidup yang kita jalani. Dewasa saat dimana berpikir sebelum bertindak menjadi prinsip hidup yang mesti dikedepankan. Meminimalisir resiko dari setiap perbuatan. Menjadi dewasa artinya tidak lagi memikirkan diri sendiri, saatnya berpikir untuk sekeliling kita. Dewasa masa dimana kita merasa tuntutan hidup begitu deras ditambah ketakutan demi ketakutan yang menghantui setiap langkah. Masa di saat pertanyaan orang-orang di sekitar menjadi sangat menyebalkan, tak jarang menyulut emosi, menguji kesabaran. Menjadi dewasa bukan perkara usia semata, menjadi dewasa sejatinya berpikir lebih bijak, memperbaiki yang rusak, menjadi pribadi yang lebih berarti.

Dewasa bisa jadi fase pembuktian diri atas apa yang kita nikmati dan pelajari semata kanak-kanak dan remaja yang begitu indah bagi sebagian orang tentunya. Namun fase dewasa membawa kekhawatiran berlebih bagi sebagian dari kita. Saat pertanyaan “kapan lulus?, Udah kerja?, Udah punya rumah ?, udah punya pacar?, Kapan nikah?, Kapan punya momongan?” dan masih banyak pertanyaan hidup yang tak jarang membuat orang mati kutu dibuatnya. Dewasa tidak selalu membuat orang peka, namun sebagian dari kita terasa lebih sensitive, maka berhati-hatilah saat berbicara ketika sama-sama telah dewasa, bukan tidak mungkin ceplas ceplos yang jadi budaya saat remaja justru menghancurkan hubungan pertemanan yang terbina lama. Bukan menjadi sosok serius tapi saat dewasa kita ada baiknya belajar meneliti kondisi emosi orang-orang sekitar kita.

Kekhawatiran, ketakutan, sensitifitas emosi, materialistic menjadi poin yang mungkin terjadi pada sebagian besar dari kita yang mulai masuk pada fase dewasa. Namun setiap orang punya cara sendiri mengatasinya. Bagi yang Bergama tentu akan terbantu dengan kepercayaan kita bahwa Tuhan menciptakan hamba Nya dengan rezekinya masing-masing yang mustahil tertukar, besar kecilnya tergantung usaha yang dilakukan. Kekhawatiran akan sirna dengan keyakinan atas adanya sesuatu yang lebih dari kita, yang akan mengganti resah gelisah menjadi ketenangan jiwa.

Saat dewasa kita akan merasa cobaan begitu dekat, keindahan masa kanak-kanak, kebebasan kala remaja agaknya sulit dijumpai. Sebenarnya tidak begitu, hal itu terjadi karena pada saat kanak-kanak dan remaja kita lebih cenderung bebas terhadap perasaan, tak banyak berpikir dan berdamai dengan hidup maka tidak heran dunia kanak-kanak dan remaja banyak diwarnai canda, tawa, kenakalan, paling-paling tangis haru saat perpisahan sekolah atau curhat gebetan diambil orang. Namun berbeda saat fase dewasa kita lebih berpikir kedepan, habis ini mau apa, apalagi, bagaimana kalau gagal, kapan saya akan menikah, kapan saya akan punya rumah, nanti akan menjadi orang tua seperti apa, dan lain-lain. Segala macam hal dipikirkan, itulah yang kita sebut dengan cobaan.

Agama, Tuhan memberikan ketenangan atas kegetiran yang kelewat berlebihan kita tanggapi. Bagi yang beriman tentu tahu betul bahwa Tuhan tidak tidur, setiap kata dan tindakan yang kita lakukan Dia tahu, dan itu juga yang jadi pertimbangan Tuhan atas apa yang akan diberikan kepada kita. Setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Mari kita hadapi fase kedewasaan menjadi tidak kalah indah dengan masa kanak-kanak dan remaja, hanya saja kita menambahkan porsi berpikir logis lebih besar.


Rabu, 08 April 2015

Aku, Kamu, Kita

Sekali waktu terdengar percakapan ranting  dan batang pohon.
Sampai kapan aku harus bersamamu, menempel tak ada kebebasan yang ku punya.
Batang dengan senyum sinisnya menjawab, kau itu hanya ranting, terkena angin saja sempoyongan. Kalaupun kau lepas dariku, kau tak akan berdaya aku yakin itu.
Ternyata akar dan daun diam-diam mendengar percakapan ranting dan batang.

Meluncurlah kalimat dari akar, tidak satupun dari kita punya daya kalau kita sendiri-sendiri, karena Tuhan telah memberikan hidup untuk kita dalam kebersamaan. Kalau kau pergi ranting, maka daun tak dapat tumbuh. Apa artinya aku si akar, tanpa kalian daun, batang dan ranting. Aku akan menjadi seonggok akar yang akan berakhir bersama api atau terkubur begitu saja bersama tanah dan cacing-cacing. 

Untitled

Masih ingatkah engkau saat kau menangis kau malah tertawa
Ketika ku senyum kau tunjukan ekspresi bahagiamu
Bahkan saat aku jatuh tak setetes pun air matamu jatuh, senyum semangat yang aku lihat dari paras lembutmu.
Sulit mencari celah ekspresi lelah, apakah kau hanya punya senyum dan tawa.
Mana marahmu, mana lelahmu, mana air mata kesalmu.
Malah aku yang lelah mencarinya.
Aku tahu Tuhan menciptkan manusia dengan derajat tertinggi meski tak ada manusia yang sempurna.
Aku bukan Tuhan, aku bahkan tak mampu mencipta apapun, hanya bisa menilai karyaNya saja.
Karya terbaik dari Tuhan yang bersamaku sejak tangisan pertamaku sampai senyum terakhirku kelak.
Tak perlu ku sebut namamu disini, siapa kau, bagaimana kau.

Kita terikat oleh cinta mati yang Tuhan anugerahkan, jadi hanya jika aku mati saja aku mungkin tak lagi mengingatmu, mencintaimu. Sebab aku tak tahu apa yang akan terjadi setelah mati. Jadi rasa cinta ini aku hanya mampu sampai aku mati saja. 

Senin, 06 April 2015

Mungkin dia (presiden) lelah

Menjabat sebagai Presiden tentunya bukanlah pekerjaan mudah, kesibukan yang luar biasa, tumpukan dokumen yang menunggu ditandatangani sering kali membuat Presiden khilaf, itulah yang kini dilakukan Presiden Jokowi. Publik heran Presiden tidak tahu dokumen macam apa yang dia tandangani. Yang menyebalkan adalah Jokowi memberikan keterangan pers dengan tawa yang mengisyaratkan seolah ini adalah hal sepele, padahal dokumen kebijakan kenaikan tunjangan kendaraan pejabat itu membebankan uang Negara sebesar 168 Milyar rupiah. Uang sebanyak itu jika dialihkan ke sector pendidikan dapat membangun 150.000 ruang kelas baru.
Lalu siapa yang salah dalam hal ini?. Jawaban normatifnya kita jangan saling menyalahkan, namun dalam tulisan ini saya harus menyalahkan Presiden dan Menterinya. Mengapa? Yah Seorang menteri seharusnya membangun koordinasi yang baik, memang Presiden tidak punya banyak waktu untuk memeriksa semua dokumen yang menggunung, baiknya menteri menjelaskan secara lisan apa isi dokumen itu secara terbuka, jujur dan apa adanya. Apalagi ini urusan duit, apa susahnya bilang “ Pak, ada kebijakan baru yang disarankan untuk uang muka mobil pejabat jadi 210 juta, kurang lebih akan merogoh uang Negara sebesar 168 Milyar rupiah”. Sebenarnya pesan itu inti dari dokumen dari Menteri Keuangan. Disamping itu Presiden tetap harus disalahkan karena sembrono menandatangani dokumen Negara yang penting. Jangan-jangan kalau ada dokumen penjualan pulau jawa ke pihak asing bisa ditandangani juga sama Jokowi dengan alasan tidak tahu isi dokumen. Bukan alasan jika kesibukan menjadi sebab tidak diperiksa dokumen sebelum ditandatangani. Ada pendapat mengatakan gunakan saja jasa asisten ahli kepresidenan untuk membantu Jokowi menelaah dokumen-dokumen Negara, akan tetapi dikhawatirkan Jokowi kecolongan juga.
Ketika seorang Jokowi dengan penuh kesadaran ingin menjadi Presiden, maka konsekuensinya dia harus mau bekerja keras, lebih teliti bahkan menyita waktunya untuk kepentingan rakyat, karena dia bekerja kami rakyat yang membayar upahnya, kami berikan fasilitas, kami utus orang-orang cerdas di sekitarnya untuk membantu dan kami bayar mereka dengan rupiah yang tidak sedikit, jadi tunjukanlah pada kami kinerja professional kalian.
Yang saya amati dari kasus ini adalah Jokowi telah mencoreng muka sendiri, public akhirnya tahu betapa tidak telitinya Jokowi untuk dokumen penting seperti ini, senyum dan tawa saat klarifikasi kepada awak media dirasa tidak tepat, seolah ini hal sepele bukannya meminta maaf kepada rakyat atas keteledorannya dan kritik saya kepada para menteri dan Legislatif, lebih peka terhadap situasi social rakyat Indonesia sebelum membuat kebijakan. Apakah pantas pejabat yang sudah digaji besar minta uang buat mobil, sementara rakyat masih bergantung pada angkutan umum yang tarifnya kian tak pasti, setelah kebijakan harga BBM menyeusaikan dengan harga minya dunia.

Semoga Allah memberi hidayah bagi mereka dan rakyat diberikan kesabaran. Buat Pak Jokowi kalau butuh bantuan buat periksa dokumen, saya mau kok pak bantu bapak, ikhlas cukup dikasih nasi kotak juga mau JJJ

Minggu, 05 April 2015

Pemimpin Galau: Rakyat kembali terluka

Tentu kita masih ingat dengan kampanye Jokowi yang selalu berujar tentang efektifitas, berhemat, kerja dan mengabdi untuk kepentingan rakyat. Belum satupun dari janji-janjinya ditepati. Kartu sakti yang jadi andalan saat kampanye pun rasanya hanya symbol saja, diberikan hanya kepada beberapa saja dari orang miskin di Indonesia, saya mengerti karena untuk urusan kartu itu butuh uang banyak, maka salah satu caranya dengan menghentikan subsidi BBM yang katanya akan dialihkan untuk sector yang lebih produktif. Sampai hari ini saya masih setia menunggu apa hasilnya, yang jelas bulan maret saja sudah dua kali kenaikan BBM dilakukan.

Mengikuti kenaikan BBM harga gas elpiji 12 kg naik, ongkos kendaraan umum naik, harga bahan pokok tidak luput kena imbas. Alasannya mengikuti harga minyak dunia, tapi saying pembantu Jokowi belum mampu mengatur regulasi harga bahan pokok, mengantisipasi naiknya ongkos transportasi dan akhirnya rakyatlah yang menjadi korban, seperti biasanya. Kenaikan harga BBM yang galau dan labil tidak diikuti dengan kenaikan gaji para pegawai baik negeri maupun swasta. Saya akan acungi empat jempol jika Presiden mampu menyesuaikan gaji pegawai sesuai kenaikan harga BBM juga. Nah susah kan karena pasti prosesnya jelimet, tapi itu urusan Presiden dan pembantunya toh mereka digaji dari uang rakyat, yah selamat berpikir keras karena kalian kami bayar untuk berpikir bukan ongkang-ongkang kaki dan sibuk dengan hal yang tidak darurat.

Hari ini rakyat Indonesia kembali terluka, setelah hobi baru pemerintahan sekarang yang doyan menaikan harga bahan bakar minyak dengan kegagalan upaya preventif dan control terhadap harga bahan pokok dan biaya transportasi bagi rakyat, kini muncul wacana yang saya rasa segera akan menjadi nyata yaitu menaikan tunjangan uang muka bagi pejabat Negara untuk pembelian kendaraan perorangan dari Rp. 116.650.000,- menjadi Rp. 210.890.000,-. Menurut versi pemerintah wacana ini berawal dari surat Ketua DPR-RI Setya Novanto kepada Presiden Jokowi, yang kemudian dikomunikasikan melalui Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Awalnya DPR mengajukan kenaikan sebesar Rp. 250.000.000,- dengan pertimbangan kenaikan harga kendaraan (setkab.go.id). Maka keluarlah Perpres No.39 tahun 2015 untuk menyetujui kenaikan tunjangan uang muka kendaraan pejabat Negara/eselon I.
Saya sungguh tidak pandai menghitung, tidak juga paham soal akuntabilitas dan managemen, namun saya yang terbiasa berhadapan dengan masalah social sangat terluka dengan keputusan tersebut. Rasanya gaji dan tunjangan mereka sudah cukup untuk makan dan menyekolahkan anak-anak mereka para pejabat yang katanya ingin bekerja mengabdi untuk rakyat. Wajar memang jika para pejabat dapat mobil dinas. Misalnya peemrintah beli saja mobil merek Avan*a yang harganya Rp.186.100.000,- itu sudah lebih dari cukup jika mereka melihat di lebak banten misalnya orang untuk berpindah sejauh belasan kilo hanya dengan berjalan kaki. Dan mobil dinas sifatnya tidak memaksa, jika mau silahkan kalau mau yang lebih beli saja sendiri. Dengan alas an tidak semua pejabat menggunakan mobil dinas bukan lantas pemerintah memanjakan mereka dengan memberi uang muka kendaraan.

Berhemat, nawa cita, sederhana, bekerja dan rayuan gombal Jokowi lainnya sangat kontradiktif dengan apa yang langsung kita alami. Saya menanyakan dimana urat empati mereka, rakyat morat-marit mikir bagaimana mengatur uang yang tidak tambah setiap bulannya yang harus menutupi kebutuhan hidup yang kian menyulitkan.

Maklum jika banyak gerakan mahasiswa yang menuntut turunnya Jokowi-JK, karena mahasiswa yang idealis masih punya nurani dan mampu memposisikan diri sebagai rakyat yang menjadi korban kebijakan pemerintah yang tidak solutif.


Saya hanya bisa menulis seperti ini, karena butuh kekuasaan untuk dapat melawan kebijakan pemerintah. Saya berdoa semoga Presiden Jokowi dan para pembantunya, serta Ketua DPR RI dengan anggota-anggotanya yang dibilang “anggota dewan terhormat” ( entah apa kriteria mereka terhormat, saya ga ngerti) diberi hidayah oleh Allah Swt.

Sabtu, 04 April 2015

Rainbow After The Rain

Pelangi, yah fenomena optic yang menjakbukan itu selalu menyimpan sejuta tanya bahkan mitos yang popular katanya saat ada pelangi ada bidadari yang sedang mandi, mandi ko di pelangi kan bisa diintip, canda deh.

Saya pribadi sangat suka dengan pelangi, meski tak begitu suka hujan. Pelangi ada karena matahri dan hujan. Yah tidak aka nada pelangi tanpa hujan. Saya mencoba belajar dari pelangi. Pelangi pasti ada setelah hujan yang diganti oleh matahari, namun hujan tidak selalu menghasilkan pelangi. Kalau kita refleksikan dalam hidup kurang lebih seperti berikut.

Dalam kehidupan manusia selalu saja ada bahagia dan sedih, tangis dan tawa, pergi dan datang, hidup dan mati,  susah dan senang begitulah seterusnya. Allah senantiasa menggilir suasana agar setiap dari kita merasakan apa yang dirasakan yang lain. Menggilir kebahagaiaan, memindahkan kesedihan adalah sebuah keniscayaan. Hujan saya ibaratkan sebagai cobaan hidup, bagaimana tidak di sekitar kita hujan selalu berujung banjir yang menganggu aktifitas kita, padahal hujan itu rezeki dari Allah, hanya pikiran manusia saja yang sulit menggapai logika itu, kalau tidak ada hujan bagaimana tanah mengandung air. Hujan dalam perspektif kita selalu ada dalam posisi tersangka atas kejadian merugikan setelahnya. Hujan reda disusul munculnya matahari yang cahayanya terbiaskan oleh tetesan sisa air hujan, dan muncullah pelangi dengan komposisi warna merah, jingga, kuning, hijau, biru nila dan ungu. Akhirnya hujan berakhir indah dengan kemunculan pelangi.

Namun pelangi tidak selalu ada setelah hujan, artinya pelangi itu istimewa ada tanpa bisa kita duga. Dalam hidup kita kerap diberikan cobaan beraneka ragam, kita berdoa dan berusaha tapi terkadang doa yang kita panjatkan tidak selalu tepat seperti apa yang kita inginkan, atau kita merasa doa kita tidak kunjung dikabulkan. Menurut para ulama doa yang kita panjatkan bisa diganti sesuai kebutuhan kita, ditunda sampai pada saat Dia meridhai atau doa itu dikabulkan nanti di akhirat, bagi yang beriman kepada Allah tentu tahu betul Dia lebih tahu apa yang kita butuhkan melampaui diri kita sendiri.

Saya ibaratkan pelangi sebagai jawaban doa yang tidak pernah di duga, datang sesukanya dan kita tersenyum bahagai dengan kehadirannya dengan penuh kesyukuran. Ada peribahasa “ Rainbow Always After The Rain” bermakna sama dengan “Setelah kesulitan akan ada kemudahan” dalam surat Al-Insyirah ayat 5-6.