LAPORAN
PENELITIAN
KEHIDUPAN
MASYARAKAT PANGANDARAN
Perdagangan Tradisional
Disusun
Oleh :
Ilham
Abdullah 170510100040
Faturrahman
170510100041
Chandra
Buana 170510100042
Gumiardi
Aprian G.P. 170510100043
JURUSAN
ANTROPOLOGI
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
PADJADJARAN
2012
Perdagangan
Tradisional
Gambaran
umum
Menurut
definisi lama ahli ekonomi, pasar adalah tempat bertemunya calon penjual dan
pembeli (baik barang maupun jasa). Di dalamnya (pasar) terdapat penjual dan
pembeli yang melakukan suatu transaksi, yaitu suatu kesepakatan dalam kegiatan
jual-beli. Suatu transaksi memiliki syarat yang semuanya harus dipenuhi, yaitu:
(a) ada barang yang diperjual belikan, (b) ada pedagang dan pembeli, (c) ada
kesepakatan harga barang dan (d) tidak ada paksaan dari pihak mana pun. Menurut
tata cara transaksinya, pasar dibedakan menjadi dua macam, yaitu pasar
tradisional dan pasar modern.
Pasar
tradisional adalah satu bentuk pasar nyata -sebagaimana definisi pasar di
awal-, dimana barang yang diperjualbelikan bisa dipegang oleh pembeli, dan
memungkinkan terjadinya tawar menawar secara langsung antara penjual dan
pembeli. Barang yang diperjualbelikan di pasar tradisional biasanya adalah
barang-barang kebutuhan sehari-hari. Pasar tradisional menyediakan
barang/komoditas yang beraneka macam/jenis seperti beras, sayur, ikan, daging,
dll, dan tidak spesifik. Kebanyakan, atau sebagian besar pasar tradisional
secara keleluasaan distribusi dapat dikategorikan sebagai pasar lokal, karena
hanya menjangkau daerah tertentu yang luas cakupannya adalah sempit.
Sebagaimana dijelaskan di atas, pasar tradisional dapat dikatakan merupakan
pasar yang paling sederhana. Dalam pasar tradisional tidak terdapat peraturan
yang ketat, hanya ada aturan antar pedagang saja. Hal tersebut yang menjadikan
mudahnya para penjual masuk dan keluar pasar. Di dalam aturan pasar tradisional
sangat memungkinkan beberapa pedagang berbeda menjual komoditas yang sama,
misal sayur, ikan ataupun bahan-bahan dapur, karenanya pasar tradisional dapat
dikatakan sebagai salah satu bentuk pasar persaingan sempurna.
Kelonggaran pasar tradisional dalam hal hukum dan peraturan yang menyebabkan
mudahnya masuk dan keluar para penjual, dapat memberi dampak tersendiri, baik
itu negatif maupun positif bagi penjual maupun pembeli. Salah satunya adalah
mudahnya akses penjual untuk masuk dalam pasar. Selain itu, dalam hal lain
seperti persaingan harga antar pedagang, menyebabkan harga semakin murah. Hal
itu dijadikan sebagai tempat paling tepat yntuk mencari kebutuhan harian bagi
sebagian rumah tangga, sehingga konsumen atau pembeli dari pasar tradisional
pun akan semakin mengingkat.
Gambaran
Umum Pasar Induk Pananjung
Pananjung pada awal berdirnya
adalah sebuah pasar desa yang menjadi pusat perekonomian di kecamatan
pangandaran. Setelah puluhan tahun berdiri pada tahun 1995 pasar pananjung
berubah menjadi pasar induk berdasarkan atas
Peraturan Daerah ( Perda) Kabupaten Ciamis, Jawa barat. Pasar pananjung
kemudian dikembangkan dan diperluas untuk melayani kebutuhan warga setempat.
Sejak tahun 1995 hingga sekarang jumlah kios pasar pananjung berjumlah 649 kios
dengan system kepemilikan bangunan. Para pedagang yang ingin menempati kios
harus membeli melalui UPTD Perindistrian perdagangan Koperasi dan UMKM wilayah
Pangandaran sebagai pihak pengelola secara tunai atau kredit. Tidak ada sistem
sewa bangunan,hanya ada sistem izin hak penggunaan bangunan.
Aktifitas pasar dimulai
pukul tujuh sampai empat sore. Kadang bisa sampai jam enam sore untuk momen
tertentu seperti bulan ramadhan dan tahun baru.
UPTD Perindustrian Perdagangan
Koperasi dan UMKM Pangandaran.
Merupakan
pihak pengelola pasar dibawah perintah Kabupaten Ciamis. Dengan kata lain UPTD
tersebut adalah kepanjangan tangan dari pemerintah daerah kabupaten Ciamis. Selain
mengelola dan mengawasi jalannya kegiatan di pasar,organisasi ini bertugas
menarik retribusi pada pedagang yang berjualan. Mekanisme pembayaran retribusi
dilakukan setiap hari untuk kemudian diserahkan pada Pemda Kabupaten Ciamis.
Uang retribusi tersebut digunakan untuk kebersihan pasar dan penyediaan
fasilitas pasar seperti toilet dan mushola.
Selain menarik
retribusi, UPTD bertugas untuk mengawasi distribusi beberapa barang pabrik
besar yang akan masuk ke Pasar. Semua barang harus terlebih dahulu meminta ijin
dan pihak distributor harus membayar sejumlah uang. Apabila pedagang ingin
menjual kiosnya maka harus melibatkan UPTD untuk ijin pemindahan kepemilikan
kios.
Sistem kepegawaian di
UPTD diatur oleh Badan Kepegawaian Daerah Ciamis. Tidak ada batasan waktu jabatan.
Kepala UPTD sebelumnya hanya menjabat satu tahun karena dipromosikan untuk
jabatan yang lebih tinggi oleh Pemda Kabupaten Ciamis. Pergantian pegawai
bersifat situasional. Akan Kepala UPTD diangkat dan diberhentikan oleh Bupati
atas usul Kepala Dinas. Penempata dan pemindahan pegawai lainnya di lingkungan
UPTD dilakukan oleh Kepala Dinas berdasarkan ketentuan yang berlaku. Peraturan
tersebut berdasarkan surat keputusan Bupati Ciamis Nomor 267 tahun 2004.
Himpunan Pedagang Pasar Pananjung
(HP2P)
Himpunan
Pedagang Pasar Pananjung (HP2P) dibentuk atas inisiatif para pedagang pada
tahun 1995, setelah pasar Pananjung dikembangkan menjadi pasar induk. Sejak
tahun 1995 sudah ada tiga kepengurusan yang dibentuk secara periodik lima tahun
sekali.
Tujuan
terbentuknya HP2P yaitu :
1) Wadah
bagi aspirasi para pedagang
2) Mempererat
relasi sosial antar pedagang, misalnya dengan menyelenggarakan acara Maulid
Nabi,dsb.
3) Mengelola
kebersihan dan keamanan pasar
4) Memfasilitasi
para pedagang dalam hal keuangan, seperti Koperasi pasar yang didirikan oleh
HP2P.
Para
pedagang pasar pananjung membentuk organisasi untuk mengorganisir kepentingan
para pedagang. HP2P secara fungsional dan struktural tidak berkaitan dengan
UPTD. Dengan kata lain HP2P adalah organisasi independent para pedagang. HP2P bertugas menarik retribusi
untuk kebersihan dan keamanan. Selain itu HP2P memiliki program Koperasi Pasar
yang terus berkembang. Koperasi pasar ini sangat membantu para pedagang untuk
simpan pinjam. Setiap harinya ada petugas koperasi yang menagih uang simpanan
wajib dan sukarela. Sehingga pedagang tidak perlu repot untuk menyetor uang. Para
pedagang merasakan manfaat koperasi tersebut,bahkan mereka cenderung memilih
meminjam uang di koperasi dari pada melalui bank yang dirasakan rumit dalam
proses peminjamannya. HP2P menjadi wadah para pedagang pananjung untuk
berdiskusi dan berinteraksi. Dalam Rapat Anggota tahunan para pedagang
berkumpul untuk membagikan uang sisa hasil usaha (SHU) dan berdiskusi serta
evaluasi kinerja pengurus himpunan.
Hingga
sekarang keanggotaan HP2P berjumlah tujuh ratus orang yang menempati 649 kios.
Selain para pedagang masyarakat di luar pasar diperbolehkan untuk menjadi
anggota koperasi pasar. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan koperasi pasar
yang nantinya akan menjadi solusi alternatif bagi anggotanya untuk simpan
pinjam selain di bank-bank yang seringkali mempersulit dalam peminjaman uang.
Sistem
peminjaman uang di Koperasi pasar tidak ada jaminan unutk peminjaman dibawah
sepuluh juta, sedangkan peminjaman di atas sepuluh juta harus menyertakan
jaminan. Ini sangat membantu para pedagang yang ingin mengembangkan usahanya.
Kehidupan Pedagang Pasar
Tradisional
Pasar
tradisional adalah arena mengadu nasib dalam bentuk transaksi ekonomi. Di pasar
tradisional juga ada stratifikasi sosial. Di satu sisi ada pedagang yang mampu
membeli kios strategis seharga puluhan juta rupiah. Di sisi lain para pedagang
dengan modal kecil hanya mampu meyewa lapak sempit yang sebenarnya itu adalah
tempat untuk pejalan kaki. Meski becek mereka tetap setia menjajakan barang
dagangannya berharap keuntungan yang lebih dari hari kemarin. Barang yang
dijajakan pun hanya produk olahan rumah yang hanya tahan untuk hari itu saja.
Jika
para pedagang kios berjualan untuk investasi dan sebagainya maka lain halnya
dengan pedagang lapak yang didominasi oleh para lansia. Mereka berdagang untuk
memenuhi kebutuhan subsistennya. Meski telah berpuluh-puluh tahun berjualan
tetap saja mereka tidak mampu membeli kios kecil sekalipun untuk mengembangkan
usahanya. Untuk menambah pundi-pundi rupiah mereka melakukan pekerjaan lain
seperti buruh tani,buruh cuci,dsb. Maklum saja penghasilan mereka tidak
menentu. Seperti para lansia penjual kue-kueh basah,setiap hari mereka sudah
menggelar dagangannya jam tujuh pagi hingga sore hari tergantung situasi.
Keuntungan yang diperoleh hanya cukup untuk makan hari itu. Para suami mereka
bekerja sebagai buruh tani untuk menambah penghasilan keluarga. Penghasilan
yang tak menentu membuat mereka harus berpikir untuk mencari alternatif lain
guna menambah pendapatan. Terkadang kue-kueh yang mereka jual tidak habis
karena guyuran hujan membuat pasar menjadi becek sehingga konsumen enggan pergi
berbelanja ke pasar. Atau kue-kue yang mereka jual sudah rusak karena tetesan
air hujan. Untuk mencapai lokasi pasar para nenek ini menumpangi ojeg karena
angkutan umum masih relatif sedikit . Penghasilan tersebut masih harus dipotong
dengan uang retribusi setiap tiga kali sehari. Malangnya jika dagangan mereka
hanya sedikit yang laku, maka mereka harus pulang dengan lembaran rupiah yang
mungkin tidak cukup untuk sekedar membeli beras.
Mayoritas
yang berdagang dengan kategori seperti ini menjual barang-barang keperluan
pangan seperti sayuran, daging, ayam, dan kue-kue basah. Dalam kategori ini
jugalah para pedagang yang tujuan dagangnya hanyalah sebagai pemenuhan
kebutuhan sehari-hari dan belum berpikiran untuk mencari keuntungan dengan
hidup yang “pas-pasan” seperti ini mereka tidak memiliki kemampuan untuk
meningkatkan taraf hidupnya ketingkat yang lebih tinggi, dan hidup di dalam
rutinitas berdagang dan hasil surplus dari modal digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari seperti makan minum dan modal digunakan kembali untuk
berdagang di keesokan harinya.
Lain
halnya dengan pedagang di kios yang lebih nyaman dari segi infrastruktur dan
fasilitas. Kios seharga puluhan juta yang mereka beli menjadi tambang uang.
Bagi kios yang terletak di zona strategis tentunya bukan hal yang sulit untuk
memperoleh konsumen. Lokasi yang dekat dan suasana yang relatif lebih bersih
dan nyaman membuat pembeli betah untuk berbelanja di kiosnya. Kegiatan ekonomi
jangka panjang yang mereka lakukan menjadi asset untuk kehidupan mereka. Para
pedagang kios memiliki pegawai untuk membantu menjaga kios dan melayani
pembeli. Dengan kemampuan memperkerjakan orang sebagai karyawan dapat kita
simpulkan bahwa keuntungan yang mereka peroleh lebih dari cukup untuk memenuhi
kebutuhan primer dan tersier. Mobilitas mereka pun sangat tinggi. Pasokan
barang mereka peroleh dari luar kota Ciamis, misalnya untuk pakaian biasanya
supply dari Tasik, Pekalongan, Bandung dan Jakarta.
Selain
perbedaan tersebut para pedagang di pasar pananjung dintara satu pedagang
dengan pedagang yang lain hampir memiliki hubungan kerabat atau merupakan
tetangga di tempat tinggal mereka. Hal ini menunjukan bahwa adanya pemberian
lapangan kerja atau ajakan dari pedagang yang lebih dahulu berdagang di sana
mengajak kerabat atau tetangga terdekatnya untuk ikut berdagang.
ANALISIS
Selama
dua hari pengamataan dan penelitian di pasar induk pananjung, Pangandaran
terlihat kondisi pasar relatif sama dengan pasar tradisional pada umumnya di
Indonesia. Pasar induk Pananjung menjadi penopang ekonomi dan kebutuhan warga
setempat karena pasar induk Pananjung adalah satu-satunya pasar yang
menyediakan hampir seluruh kebutuhan masyarakat baik sandang maupun pangan.
Interaksi Sosial
Pasar
tradisional adalah arena transaksi ekonomi yang memungkinkan adanya hubungan
personal yang terjalin antara pedagang-pembeli, pembeli-pembeli, dan
pedagang-pedagang. Intensitas pertemuan yang relatif tinggi membuka kedekatan sosial.
Misalnya pedagang yang memiliki pelanggan setia, akan memberikan harga yang
lebih miring dari pembeli lainnya. Bahkan kedekatan tersebut berlanjut di luar
aktifitas ekonomi. Apabila pelanggannya mengadakan pesta, selalu mengundang
pedagang unutk menghadiri pesta. Mereka seolah menjadi seperti kerabat dekat.
Hubungan yang erat ini jika terus terjalin akan memberikan dampak baik guna
menciptakan keakraban sesama warga.
Relasi
sosial antar pedagang terlihat dengan obrolan mereka ketika sedang tidak ada
pelanggan. Meski ada persaingan, akan tetapi hubungan baik harus selalu dibina untuk menciptakan
suasana pasar yang tenteram tanpa perselisihan. Pengelola dan Pedagang memiliki
relasi yang dapat dikatakan relasinya cenderung lebih kaku. Mungkin saja karena
para pegawai kantor pengelola secara jarak geografis terpisah dari kios-kios
pedagang dan jarang berinteraksi langusng dengan para pedagang. Akan tetapi relasi diantara mereka tetaplah
penting sebagai arena komunikasi dan negosiasi. Misalnya apabila ada kerusakan
atau fasilitas pasar yang sudah tidak layak pakai, maka pedagang berhak melapor
kepada pihak pengelola untuk segera direspon.
Permasalahan di Pasar Pananjung
Pangandaran
adalah salah satu tujuan wisata di Jawa Barat. Turis domestik dan asing hampir
setiap minggu berkunjung ke Pangandaran. Dalam pengamatan kami melihat beberapa
turis asing mengunjungi pasar Pananjung. Kondisi pasar yang becek, kotor, dan
berbau membuat indera penglihatan dan penciuman terganggu. Apalagi yang
mengalaminya adalah turis asing. Hal ini akan menjadi citra yang buruk bagi
pariwisata Indonesia. Kondisi pasar yang seperti ini akan menjadi bekal cerita
bagi turis asing yang akan mereka ceritakan kepada kerabat dan sahabat di
negaranya. Sungguh memalukan jika hal tersebut terjadi, turis asing yang hendak
berwisata ke Pangandaran atau tempat wisata lainnya akan berpikir ulang untuk
berlibur ke Indonesia, karena citra pariwisata Indonesia yang tercemar oleh
perilaku orang-orang Indonesia sendiri.
Permasalahan
paling krusial adalah sanitasi yang buruk. Hampir tidak ada satu sudut pun yang
terlihat bersih. Sampah-sampah berserakan, bercampur dengan tanah becek
ditambah bau sampah yang menggangu penciuman. Fasilitas penunjang seperti
toilet juga dalam kondisi yang tidak terawat. Padahal setiap pedagang membayar
retribusi yang sejatinya untuk pemeliharaan dan kebersihan pasar. Jalanan di
pasar Pananjung masih beralas tanah sehingga menyebabkan becek dan licin yang
dapat membahayakan manusia.
Masalah
lain yang muncul adalah zoning yang
masih semerawut. Kios daging, ikan, pakaian, dan kelontongan tersebar secara
acak sehingga mempersulit pembeli untuk mencari barang yang ingin dibeli.
Ditambah dengan kerusakan di beberapa titik. Seperti atap kios yang bocor dan
mengganggu jalannya kegiatan perdagangan jika musim datang musim hujan.
Peran Pemerintah
Pasar
tradisional merupakan penggerak perekonomian rakyat dan sumber pendapatan
daerah. Kondisi fisiknya yang menampilkan citra negatif seperti kotor, kumuh,
becek, pengap dan gelap, seharusnya lingkungan pasar bersih, sehat, tertata dan
ramah lingkungan. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kekuatan Pasar terletak
pada pedagang sebagai sumber daya dalam pengelolaan lingkungan, adanya
paguyuban pedagang, nilai dan letak bangunan dan. Kelemahannya adalah pengelola
pasar kurang memperhatikan aspek pengelolaan lingkungan pasar hanya meliputi
ketertiban, kebersihan dan pendapatan atau retribusi yang ditarik dari
pedagang, tidak ada akses informasi Tingkat pengetahuan tentang lingkungan yang
rendah baik pengelola dan pedagang Strategi pengelolaan Pasar dapat dilakukan
melalui peningkatkan peran pedagang dan pengelola terhadap strategi pemasaran
dan pelayanan berbasis lingkungan, dengan mengedepankan daya tarik produk lokal
serta meningkatkan kepedulian pengelola dan pedagang terhadap pengelolaan
lingkungan terutama sanitasi, pengelolaan air, penghematan air dan listrik
melalui sosialisasi dan pelatihan.
Seringkali pembangunan kembali atau
renovasi bangunan pasar dijadikan bukti bahwa pemerintah kabupaten/kota telah
banyak berupaya membenahi pasar tradisional di wilayahnya. Namun mereka lupa
bahwa pembangunan kembali atau renovasi bangunan pasar tidak cukup, bahkan
kondisi pasar bersih dan nyaman hanya bersifat sementara sebelum pasar kembali
menjadi kotor dan kumuh. Tetapi apabila ada perubahan pola fikir mengenai
kesadaran kebersihan, ketertiban lingkungan bersamaan pembangunan phisik
(bangunan) pasar, maka hasilnya akan lain. Kesan kotor dan kumuh pasar
tradisional dapat dihilangkan secara bertahap. Bahkan dalam jangka panjang
kesadaran masyarakat terhadap kebersihan dan ketertiban di daerah yang
bersangkutan akan tumbuh secara bertahap pula. Hal ini semuanya dapat
diwujudkan mengingat pasar adalah tempat bertemunya masyarakat pedagang dan
konsumen serta ada keterlibatan para pengelola serta pembina pasar yang di
dalamnya termasuk aparatur pemerintah dimulai tingkat pimpinan daerah sampai
jajaran petugas di bawah.
Apabila di dalam detail struktur organisasi dinas pembina pasar tradisional hanya terdapat Bidang atau Seksi yang menangani retribusi, keamanan dan ketertiban pasar, maka hampir dapat dipastikan bahwa penanganan aspek pembinaan pengelolaan pasar tidak akan tersentuh, terlebih lagi pembinaan terhadap pedagang pasar sama sekali akan luput dari perhatian. Hal ini lah yang sering banyak dijumpai di kabupaten/kota yang secara hirarkhi bermuara pada tampilan pasar tradisional di wilayahnya yang kebanyakan kotor dan kumuh.
Masalah lain yang juga penting dan di banyak kabupaten/kota tidak banyak diperhatikan adalah pembinaan terhadap pedagang pasar, seperti yang terkait dengan upaya untuk mewujudkan pasar bersih dan nyaman. Para pedagang harus memahami tentang prinsip persediaan barang dagangan yang dapat memenuhi kebutuhan pembeli/pelanggan dan ekonomis (efektif dan efisien), sehingga mereka tidak asal menimbun barang dagangan di lapak atau kiosnya yang menjadikan pasar menjadi gudang yang pada akhirnya los-los pasar tampak kumuh. Selain itu, para pedagang juga harus diberikan pemahaman tentang manajemen keuangan sederhana. Ini dimulai dari pemahaman tentang pemisahan keuangan pribadi dan keuangan usaha, agar mereka dapat menghitung pendapatan dan keuntungan secara benar. Di sini para pedagang dibiasakan membuat catatan pembukuan sederhana, sehingga apabila ada lembaga keuangan yang akan membantu permodalan, maka hal ini akan memudahkan kedua belah pihak untuk merealisasikannya. Bagi para pedagang dalam berjualan harus mendisplai barang dagangannya, maka kepada mereka juga harus diberikan pemahaman tentang teknik-teknik penyajian yang komunikatif yang dapat menarik para pengunjung pasar. Hal-hal yang sudah diuraikan di muka merupakan bagian dari teknik-teknik perdagangan eceran (ritel) sederhana yang apabila dapat dikuasai dan dilaksanakan oleh para pedagang, maka daya saing pasar tradisional terhadap pasar moderen akan meningkat. Sayangnya semua pihak pengelola pasar-pasar tradisional terutama milik pemerintah kabupaten/kota tidak memahami hal ini. Sehingga apabila diri mereka sendiri tidak paham, maka sudah dipastikan para pedagang pasar tidak akan pernah mengetahui teknik-teknik perdagangan eceran (ritel) yang benar. Selamanya mereka akan tetap berdagang yang secara teknis sama sekali tidak berkembang dari waktu ke waktu. Apakah pasar tradisional akan tetap dibiarkan seperti sekarang adanya? Apakah alasan kata tradisional yang menyebabkan para pengelola dan pedagang tidak perlu berubah.
Uang
retribusi yang dibayar oleh para pedagang nyatanya tidak diredistribusi dengan
baik oleh pemerintah. Kondisi pasar yang masih kumuh belum mampu diatasi oleh
pemerintah, padahal pasar pananjung dapat menjadi representasi pasar di Pangandaran. Menurut informasi dari
pedagang pemerintah memang pernah beberapa kali melakukan renovasi kecil pasca
kebakaran pada tahun 2005. Namun renovasi yang dilakukan tidak serius,
akibatnya baru beberapa tahun sudah terjadi kerusakan disana-sini.
Sustainable tourism development
nampaknya harus dikembangkan secara serius oleh pemerintah guna menciptakan
pangandaran sebagai objek wisata yang mampu memberikan kesan positif bagi para
turis. Dengan peningkatan fasilitas,infrastruktur, dan menjaga lingkungan guna
memuaskan wisatawan dan meningkatkan standar hidup masyarakat Pangandaran. Hal
ini akan terbangun dengan partisipasi masyarakat lokal yang mampu menjaga
lingkungannya guna menciptakan kenyamanan bagi pribumi dan wisatawan.
Kerjasama
dengan USAID
United
States Agency for International Development disingkat USAID
atau dalam bahasa Indonesia Badan Bantuan
Pembangunan Internasional Amerika adalah badan independen dari pemerintahan Amerika
Serikat yang bertanggung jawab atas bantuan untuk bidang
ekonomi, pembangunan, dan kemanusiaan untuk negara-negara lain didunia dalam
mendukung tujuan-tujuan kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Organisasi USAID
memiliki program, salah satunya adalah
menciptakan pasar sehat. Untuk merealisasikan program tersebut USAID
bekerjasama dengan organisasi Perempuan Muhamadiyah yaitu Aisyah. USAID
memberikan dana untuk revitalisasi infrastruktur terutama yang berkenaan dengan
sanitasi. Salah satu kekuranagn pasar tradisional di Indonesia termasuk pasar
pananjung adalah sanitasi yang buruk sehingga menimbulkan bau yang tidak nyaman
dan tentunya hal ini tidak baik untuk kesehatan. Aisyah sebagai eksekutor
program ini berupaya memfasilitasi apa saja yang diperlukan untuk penciptaan
pasar sehat yang dicanangkan oleh USAID. Akan tetapi visi dan misi tersebut
masih jauh dari harapan. Hal ini disebabakan karena kesadaran warga akan
pentingnya kebersihan masih dinilai kurang. Retribusi untuk kebersihan pun
belum berdampak signifikan terhadap kebersihan pasar. Karena uang retribusi
dikelola langsung oleh pemda kabupaten ciamis sehingga kontrol atas uang
retribusi sulit dilakukan.
Bantuan
pihak swasta tidak akan berjalan mulus apabila tidak didukung oleh pemerintah
dan kesadaran warga akan pentingnya sanitasi. Pasar induk Pananjung menjadi
destinasi para turis untuk berbelanja
oleh-oleh atau kebutuhan sehari-hari selama berlibur di Pangandaran. Maka dari
itu pasar adalah representasi dari wilayah pangandaran. Hal ini akan berdampak
pada citra Pangandaran dan Indonesia secara umum bagimana penilaian para turis
akan kotornya pasar tradisional di Indonesia. Pemerintah perlu berkaca dengan
pihak swasta seperti USAID yang mau mengeluarkan dana untuk menciptkan pasar
sehat pananjung. Perhatian dari pemerintah perlu untuk menjadikan pasar
pananjung sebagai pasar induk yang bersih,nyaman dan aman.
Stratifikasi Sosial
Persaingan pun terjadi di pasar
tradisional seperti pasar Pananjung. Pun ada stratifikasi yang terlihat dari
tempat berdagang. Kios-kios yang ada di pasar Pananjung terbagi ke dalam
beberapa tipe ukuran dan harga yang berbeda. Selain kios-kios resmi ada pula
pedagang yang menggunakan badan jalan sebagai tempat berdagang karena tidak
mampu untuk membeli kios. Karena tidak ada system sewa tempat sehingga mereka
memilih untuk berjualan di lapak terbuka. Meski demikian merek harus tetap
membayar retribusi yang sama dengan pedgang lainnya. Setidaknya tiga kali
sehari para pedagang ini harus membayar uang retribusi yang sejatinya untuk
pemeliharaan pasar. Fenomena tersebut menyiratkan adanya stratifikasi sosial
antara pedagang lapak dan pedagang kios. Pedagang lapak berdagang untuk
kehidupan sehari-hari (subsisten).Sedangkan para pedagang kios berjualan untuk
jangka panjang.
Hospitality
Kedatangan
para turis ke pasar pananjung senantiasa disambut hangat oleh para pedagang. Hal ini sudah menjadi karakter
masyarakat pangandaran yang berupaya bersikapramah dan hangat kepada semua
orang, apalagi para turis dengan harapan agar kesan positiflah yang diperoleh
para turis. Sikap ramah tersebut seolah memutus jarak sosial diantara pedagang
dan pembeli (turis). Menjaga kenyamanan untuk tamu adalah hal yang penting
sebagai bentuk sambutan yang baik bagi mereka. Masyarakat harus memberikan
kesan manis untuk para turis.
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar