PEMILU UNTUKMU, PILIH DENGAN HATIMU
Evaluasi Pemilu
Pemilihan
Umum yang merupakan produk demokrasi sejatinya dapat menjadi ajang pesta
rakyat, arena demokrasi benar-benar direalisasikan dalam sebuah momen lima
tahunan. Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memilih anggota legislatif
dan presiden serta wakil presiden. Pesta demokrasi lima tahunan ini bukan pesta
murah, anggaran yang digelontorkan Negara mencapai angka 14,4 triliun rupiah
(Kompas,Selasa 11/2/2014). Dengan anggaran sebesar itu tentu sangat diharapakan
gelaran akbar itu berjalan mulus, penuh dengan partisipasi rakyat dan tercapai
substansi yang diharapkan yaitu mendapatkan sosok pemimpin yang benar-benar
mencintai negeri ini.
Meski
demikian, bukan tanpa kendala penyelenggaraan pemilu sering kali terhambat oleh
beberapa masalah. Salah satunya adalah perihal Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Masalah DPT berawal dari Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang
berantakan dari data Kementerian Dalam Negeri. Banyak nama ganda, warga yang
berusia di bawah tujuh belas tahun ikut masuk menjadi pemilih tetap,dan lain
sebagainya. Kisruh DPT membuat hilangnya hak pilih warga karena tidak terdaftar
sebagai pemilih tetap, sesuai dengan UU No. 10
tahun 2008 yang memiliki hak pilih adalah yang tercantum di DPT. Dengan
demikian evaluasi penyelenggaraan pemilu tahun 2004 dan 2009 adalah :
1.
Lemahnya cakupan data
2.
Kemutakhiran data
3.
Akurasi Data
4.
DP4 yang kacau
5.
Nomor Induk Kependudukan (NIK)
6.
Program E-KTP belum menyeluruh.
Kendala
teknis seperti sudah terjadi sejak pemilu 2004, tentu sangat diharapkan pada
penyelenggaraan pemilu 2014 KPU dapat belajar dari pengalaman atas kisruh DPT
yang berdampak pada kemungkinan hilangnya hak pilih rakyat dan bagi partai
politik tentu ini akan merugikan mereka untuk meraup suara sebanyak mungkin.
Golput (golongan putih)
Istilah
Golput (golongan putih) adalah salah
satu bentuk perlawanan terhadap praktik politik dari orang-orang yang kecewa
terhadap penyelenggaraan negara dengan cara tidak memilih partai atau
legislator (dalam pemilu legislatif) atau Presiden (dalam pemilu Presiden).
Dalam sistem demokrasi golput adalah sesuatu yang tidak dilarang karena
menyangkut hak orang dalam menyuarakan pendapat dan suara.
Golput dapat pula diartikan sebagai ekspresi
keputusasaan rakyat atas kenyataan yang dirasakan menyakitkan, dengan
pengingkaran janji para pemimpin yang telah naik tahta. Akan tetapi, apakah
golput dapat dikatakan sebuah solusi?.
Tidak memilih adalah pilihan, ya pilihan untuk
tidak berkontribusi dalam membangun negeri. Apa mau dikata Negara kita
Indonesia sekarang masih betah dengan sistem demokrasinya, pemilu sebagai salah
satu produk demokrasi cukup menguras kantong Negara hingga belasan triliun
rupiah. Dana sebesar itu teramat sayang jika tidak dimanfaatkan dengan baik
oleh segenap rakyat Indonesia yang memiliki hak pilih. Berdasarkan penafsiran
hukum, ketentuan hukum terhadap golput terbelah menjadi dua kelompok. Ada
kelompok yang berpendapat golput bisa dipidana berdasarkan UU Nomor 8 Tahun
2012 tentang Pemilu legislatif:
Beragam alasan mengapa orang tidak mau
menggunakan hak pilihnya, karena partai politik yang ada tidak mengakomodasi
idealisme, enggan mencari tahu perihal peserta pemilu atau bahkan rasa malas
jika harus datang ke TPS. Upaya sosialisasi dan minimalisasi jumlah golput
sudah dilakukan oleh berbagai institusi selain dari KPU. Upaya pencerdasaan
dilakukan untuk menekan angka golput yang kian mengkhawatirkan.
Semakin tingginya para golongan anti memberikan hak suara ini
dilandasi banyak hal antara lain;
- Rendahnya trust kepada partai atau
personal yang memamerkan senyum manis di lembaran pilihan.
- Tingginya
persepsi pemilih terhadap rendahnya akhlak dan perangai calon legislator,
presiden dan wakilnya sehingga memutuskan untuk tidak menginginkan
keterwakilan harapannya kepada mereka yang memamerkan senyum manis
dilembar suara.
- Kegagalan
KPU(D) dalam merekapitulasi jumlah calon pemilih (DPS) dihierarki daerah
pemilihan
- Karena
memang memutuskan untuk tidak terlibat diajang pemilihan mereka yang
memamerkan senyum manis di lembar suara.(Kompas 25 April 2013).
Pemilu
2009 angka golput mencapai 39.1%, persentase yang tidak sedikit, artinya
kepercayaan (trust) masyarakat terhadap para calon pemimpin kian berkurang.
Bukan tanpa alasan, golput juga muncul karena ulah sebagian pejabat Negara yang
mengkhianati amanat rakyat, terlibat dalam skandal korupsi kelas kakap, serta
pembangunan yang masih jauh dari harapan.
Mari Memilih
Dengan
kekurangan penyelenggaraan pemilu serta perilaku buruk sebagian pejabat negeri
ini yang seyogyanya tidak dinilai secara general. Harapan masih ada, upaya
harus terus dilakukan, bagaimana kemudian kita memilih pemimpin yang mempunyai
integritas dan kapabilitas dalam mengelola Negara ini dengan bijaksana. Dengan
anggaran dana sedemikian besarnya, apakah tidak sayang jika begitu saja
dilewatkan momen penting, pertaruhan masa depan bangsa lima tahun mendatang.
Masih beranikah kita mengeluh, protes atas kondisi Negara kita sedangkan kita
tidak berusaha mencari sosok pemimpin dalam proses pemilu?. Harmonisasikan hati dan pikiran, selamat
memilih, 9April dan 9 Juli 2014.
Penulis:
Gumiardi Aprian G.P.(Staf Kementerian Luar Negeri BEM Kema Unpad).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar