Jumat, 12 Agustus 2016

Ketika Guru Tak Lagi Dihormati

Guru, setidaknya dua puluh tahun lalu guru adalah profesi yang terhormat.  Guru, digugu ditiru. Sangat jarang murid berani melawan guru secara terang-terangan apalagi dengan kekerasan.  Senakal-nakalnya murid pasti ciut kalau sudah diinterograsi oleh gurunya.  Tapi itu dulu.  Kita nostalgia dulu sebentar.  Masih ingat saat kita SD, godaan untuk keluar saat jam pelajaran sulit dibendung,  alhasil cari alasan ke toilet, awalnya satu orang, dua orang,  tiga sampai akhirnya sisa setengahnya saja yg standby di kelas. Masih segar dalam ingatan saat SMP paling males kalau upacara bendera, ide mainstream pura-pura sakit perut,  yang perempuan bisa mengakali dengan alasan haid, suka pusing kalau lama-lama di bawah terik matahari.  Katanya sih begitu.  Satu lagi,  ingat kan saat SMA sering sekali nyolong waktu biar bisa nongkrong di kantin.  Meski was-was takut ketahuan guru acara nogkrong di kantin jalan terus.  Murid cowok paling muak kalau bicara soal rambut.  Kadar kegantengan seakan turun tatkala harus mencukur rambut karena kepanjangan.  Rasanya pengen ngunyah itu guru BP kalau menggunting paksa rambut kesayangan ini, mana nyukurnya sembarangan,  alhasil daripada kepala ini tak punya rupa rambutpun harus dibabat sampe tersisa panjang satu senti. 

Itu hanya sedikit nostalgia kita saat sekolah dulu.  Meski kesal, tapi kita paham betul sekarag bahwa itulah sekolah.  Tempat kita mengenal apa itu aturan, reward dan punishment.  Kenapa sekolah harus punya aturan?.  Hey aturan di sekolah itu gak seberapa.  Bandingkan dengan aturan yang harus kita patuhi ketika kita hidup di masyarakat.  Aturan RT, RW, saat kita jadi mahasiswa,  jadi karyawan atau jadi bos sekalipun kita tetap harus tunduk dengan aturan, maka sekolah jadi tempat simulasi agar kita terbiasa dengan itu.  Kalau kamu tidak ingin hidup dengan seperangkat aturan yang menurutmu menyebalkan,  yah buat aja dunia sendiri, atau pindahlah ke hutan belantara tanpa manusia lain selain dirimu sendiri,  yakin deh tidak ada yang akan peduli sama kamu.

Di era sekarang muncul gagasan,  ide yang cukup akrab di telinga kita.  Perlindungan anak. Yah di satu sisi memang anak harus dipenuhi hak-haknya.  Tapi tidak sedikit ini dijadikan jurus jitu bagi si anak manja yang aduan dan orangtua yang tidak paham, tidak mampu membedakan mana kekerasan,  mana latihan kepatuhan. Anaknya nakal di sekolah ditegor dikit, marah,  lebay lagi marahnya.  Anaknya yang jelas-jelas melawan guru,  bahkan berani mengancam,lebih jauhnya sampai berani memukul dan mencaci guru,  eh orangtuanya datang, bukan minta penjelasan sang guru malah justru bertindak lebih-lebih dari preman.  Preman sih masih mending paling beraksi di pasar atau pinggir jalan. Eh ini mah di sekolahan. 

Kata beberapa pengamat pendidikan,  banyak pihak yang memanfaatkan UU perlindungan anak agar guru tidak berkutik jika anak mereka berulah.  Supaya anak mereka terbebas dari teguran,  bentakan dan cubitan sang guru.  Dan sialnya lagi kalau anak mereka nakal, nilainya jelek yang disalahkan justru gurunya.  Sekarang kalau ibu dan bapak tidak rela anaknya 'dimarahi'oleh gurunya,  mending anda ajarin aja anak anda di rumah gak usah dimasukin ke sekolah.  Kalau butuh ijazah ikut aja ujian kesetaraan,  beres kan.  Atau kalau tetap ingin sekolah tapi tidak sudi jika anak anda yang nakal dan pembangkang, guru bisa saja membiarkan anak anda.  Tapi jangan salahkan guru jika anda akan sangat kewalahan dengan sifat anak anda yang telalu anda manja hingga lupa hormat pada orangtua.  Yah paling anda hanya buang uang aja.  Toh kalau anak anda jadi anak yg baik atau tidak baik, guru tidak akan kebagian apa-apa.  Setelah dia lulus paling dia lupa dengan gurunya atau inget sih tapi lupa balas jasa.

Wahai para orangtua,  menjadi guru itu bukan perkara mudah.  Hargai mereka,  biarkan mereka melakukan tugasnya,  tugas anda mengawasi saja.  Kalau ada yang menjurus pada kekerasan atau sebagainya, gampang laporkan saja.  Tapi AWAS selidiki dulu,  itu kekerasan atau pelajaran disiplin kepatuhan?, awas jangan ketuker. 
Semoga tidak ada kisah pilu tentang dunia pendidikan lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar